Selasa, 22 November 2016

Geopolitik: Menakar Kekuatan Bangsa Demi Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur




Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain, Pemilu adalah agenda kegiatan yang penting dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan dengan ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.

Pemilihan umum merupakan kunci utama dalam sistem demokrasi dan merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan pemerintahan yang memiliki wewenang yang sah dengan dukungan rakyat, karena penting untuk menjaga keberlangsungan mekanisme ini demi kedaulatan rakyat. Tidak pernah ada demokrasi tanpa adanya pemilihan umum. Berdasarkan hal tersebut, disadari bahwa pemilu merupakan salah satu peristiwa penting dalam dinamika politik di suatu negara.

Tujuan diselenggarkannya Pemilihan Umum adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan pemilu selalu menjadi perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.[1]

Pelaksanaan pemilu di Indonesia dengan sistem demokrasi perwakilan. Sistem ini mengharuskan suatu negara mempunyai lembaga perwakilan rakyat yang fungsinya sebagai wakil rakyat yang mana wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui pemilu. Dengan adanya pemilu rakyat dapat melakukan koreksi terhadap pemerintahan lama sekaligus membentuk pemerintahan baru dan juga untuk mengisi keanggotaan lembaga perwakilan rakyat yang diadakan berkala dan rutinitas. Dengan pemilu negara telah melaksakana hak asasinyadi bidang politik.[2]

Dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, penentuan arah tujuan tersebut melibatkan seluruh warga negara dalam sebuah pesta demokrasi, yaitu pemilihan umum (pemilu). Pemilu di Indonesia diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali dan pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955.[3] 

Secara umum, pemilu yang diselenggarakan pada masa Orde Baru dianggap oleh kebanyakan masyarakat tidak berlangsung secara demokratis. Berbagai strategi dihalalkan oleh sebuah partai yang berkuasa pada saat itu untuk terus memenangkan pemilu. Runtuhnya Orde Baru yang ditandai dengan turunnya Soeharto dari jabatan Presiden. Pemilu 1999 merupakan pemilu pertama di Indonesia yang dianggap dunia internasional sebagai yang paling demokratis. langsung, umum, bebas, rahasia (luber), pemilu 1999 untuk pertama kalinya diselenggarakan oleh lembaga independen bernama KPU. Pelaksanaannya pun sangat terbuka di bawah pengawasan dari berbagai lembaga pengawas independen, baik lokal maupun asing.

Pemilu 2004, Menggunakan sistem yang sama dengan pemilu sebelumnya, yaitu multipartai. Hanya bedanya, pada pemilu ini menggunakan dua sistem sekaligus secara setengah-setengah, sistem distrik untuk pemilihan anggota DPD, dan sistem proporsional untuk pemilihan anggota DPR.

Pada pemilu 2009 Sama halnya dengan Pemilihan Umum 2004, Pemilihan Umum 2009 juga dibagi menjadi beberapa tahapan.Tahap pertama merupakan Pemilihan Umum yang ditujuan untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD, atau biasa disebut Pemilu Legislatif 2009. Pemilu ini diikuti oleh 38 partai yang memenuhi criteria untuk ikut serta dalam Pemilihan Umum 2009. Tahap kedua atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden putaran pertama adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
Pemilu 2014 dilaksanakan dua kali yaitu Pemilu Legislatif pada tanggal 9 April 2014 yang akan memilih para anggota dewan legislatif dan Pemilu Presiden pada tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu 2014 akan memakai e-voting dengan harapan menerapkan sebuah sistem baru dalam pemilihan umum. Keutamaan dari penggunaan sistem e-voting adalah Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang sudah mulai dipersiapkan sejak tahun 2012 secara nasional.

Pemilu 2014 tidak perlu dipandang sebagai sebuah “petaka politik” karena di dalam dirinya sendiri terkandung tujuan–tujuan baik untuk kesejahteraan bersama. Persoalannya kemudian apakah pemilu multipartai yang berlangsung pada 1999, 2004 dan 2009, telah mencerminkan kedewasaan kita dalam berdemokrasi? Tampaknya itu masih jauh untuk dikatatakan demikian yakni untuk memilih President, DPR dan DPD.

Indonesia telah mengalami kemajuan dalam menjalankan demokrasi procedural. Disisi yang lain hal ini yang menjadi sumber masalah struktural yang parah misalnya, korupsi dan lemahnya penegakan hukum. Secara apologetic, fenomena-fenomena tersebut menegaskan label bahwa Indonesia masih berada dalam fase transisi demokrasi. Apakah secara substantif demokrasi ternyata disfungsi? Mengalamatkan sumber permasalahan pada partai politik kemudian menjadi hal demokrasi yang substansial yang diharapkan masih belum terwujud. Niscaya disebabkan oleh perannya dalam melahirkan para wakil rakyat yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif yang dipilih melalui pemilu baik nasional maupun daerah. Terlebih lagi, ketika sosok-sosok yang berasal dari partai politik (parpol) dan terpilih melalui pemilu dengan biaya besar ini tidak mampu mengatasi krisis ekonomi, sosial maupun politik, bahkan terlibat dalam propaganda yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi atau terlibat dalam politik kartel/oligarki yang menyengsarakan rakyat.

Keprihatinan terhadap parpol antara lain berkaitan dengan sistem parpol yang tidak efektif, selain itu adanya paradoks di mana sistem partai tampaknya menjadi lebih kuat atau stabil, sementara itu kaderisasi belum berlangsung dengan baik. Masalah lain dari parpol-parpol di Indonesia pasca Soeharto adalah kurangnya koherensi organisasi dan kekhasan program (tidak ideologis) selain keterlibatan dalam korupsi dan politik uang, di samping kecenderungan personalisasi parpol. 

Sebagian partai politik kemudian semakin gagal untuk mewakili pilihan rakyat, bahkan, pemimpin-pemimpin partai sekarang cenderung lebih mengandalkan image yang disampaikan melalui media massa. Hal ini disertai dengan munculnya jenis baru operator politik - konsultan politik - yang melakukan jajak pendapat di mana partai dan kandidat kemudian semakin bergantung pada analisis mereka dalam kampanye pemilu. Mesin-mesin parpol besar yang “tradisional” sekarang memberikan ruang bagi konsultan sebagai lokomotif utama kampanye pemilihan, sehingga bisa menutup peluang terpilihnya kader potensial parpol dari bawah, dan justru mencalonkan kandidat yang diidentifikasi sebagai 'pantas dipilih' berdasarkan rekomendasi para konsultan politik.

Kekecewaan terhadap partai-partai politik ini bukan hanya menjadi masalah di Indonesia saja, namun hampir semua negara-negara demokratis dibelahan Eropa dan Amerika selain Asia juga mengalami hal yang sama. Parpol dianggap sebagai “biang kerok”: di satu sisi diharapkan berkarakter partisan ketika memperjuangkan kepentingan konstituen mereka. Salah satu contoh kekecewaan masyarakat pada partai politik dapat dilihat di menurunnya kepercayaan publik pada institusi parpol menurun digantikan oleh institusi militer. Hal ini mungkin dapat dibandingkan dengan kekecewaan publik pada parpol-parpol di Indonesia yang sarat dengan persoalan seperti di atas. Permasalahan dengan segala kekurangannya, proses demokrasi perwakilan masih memerlukan eksistensi partai politik. Namun parpol seperti apa yang dapat menghasilkan kader yang peka terhadap persoalan bangsa dan mampu menjadi bagian dari solusi? Potret buram di atas kemudian membawa kita pada inti persoalan jika kita mengaitkannya dengan problem kepemimpinan politik. Masyarakat yang menyadari (dan skeptis) dengan performance parpol kemudian melabuhkan pilihan mereka pada calon-calon alternatif.

Bertitik tolak dari persoalan diatas maka pemilihan kepemimpinan mendatang dapat kita jadikan sebagai geopolitik dalam jangka 2014-2019 unutk menakar kekuatan bangsa”. Oleh sebab itu pergerakan mahasiswa seluruh Indonesia yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Nusantara mengadakan kegiatan Temu dan Lokakarya BEM SE-NUSANTARA tahun 2014 yang diselenggrakan di Universitas Muhammadiyah Malang dengan tema “Gepolitik 2014-2019 : Menakar Kekuatan Bangsa, Demi Terwujudnya Masyarakat Adil dan Makmur” ini bertujuan untuk mengidentifikasi persoalan-persoalan bangsa baik periode sekarang maupun periode kepemimpinan yang akan datang serta sebagai bentuk evaluasi untuk calon pemimpin yang akan memimpin Indonesia selanjutnya. Hal ini dapat dilihat sebagai bentuk upaya mempersiapkan kepemimpinan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
  1. Surbakti, Ramlan.1992. Memahami Ilmu Politik : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
  2. Budiarjo Miriam, Dasar - Dasar Ilmu Politik ( edisi revisi ), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
  3. Ibid. Hal. 27
  4. UU No. 31 tahun 2002 Tentang Partai Politik. Hal 3
  5. Wahjono, Padmo. Negara Republik Indonesia. Ed. 2, Cet 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.    



Tentang Penulis

Heriski Kurniawan anak kampung yang tak tahu orang dimana letak daerahnya bahkan di peta pun susah untuk menemukannya. Penggemar musik serta mampu memainkan beberapa alat musik juga, film seri dan senang membaca buku-buku tentang keislaman. Pemuda yang lahir di Aceh Singkil tsb, merupakan alumni Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015 di FEB dengan konsentrasi Manajemen Risiko & Keuangan.  

Semenjak kuliah orang yang tidak pernah mau tinggal diam di kos atau hanya sekedar nongkrong, memilih jalan dengan menyibukkan diri di organisasi mulai dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen (HMJ-M), Senat Mahasiswa, Sekjen Badan Eksekutif, Pengurus badan pimpinan pusat Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (BP - ISMEI), ketua pengurus harian Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah se-Nusantara (KAUMAN) bidang kominfo, serta pengurus aktif sebagai ketua Pengurus Besar Badan Pengelola Latihan Himpuanan Mahasiswa Islam (BPL PB HMI) bidang pembina dan pengembangan instruktur.

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Aceh Singkil Berkarya
Maira Gall